Alexandria: Kota yang Menyimpan Banyak Misteri dan Keajaiban dalam Sejarah Peradaban dan Ilmu Pengetahuan Dunia
Alexandria: Peradaban dan Ilmu Pengetahuan Dunia
Alexandria: Kota yang Menyimpan Banyak Misteri dan Keajaiban dalam Sejarah Peradaban dan Ilmu Pengetahuan Dunia
Aji Muhammad - Sejarah Alexandria, Kota Peradaban dan Ilmu Pengetahuan di Mesir. Alexandria adalah salah satu kota tertua dan paling berpengaruh di dunia. Kota ini didirikan oleh Alexander Agung pada tahun 331 SM, sebagai ibu kota Mesir yang baru. Nama kota ini berasal dari nama pendirinya, yang merupakan salah satu pemimpin militer dan penakluk terbesar dalam sejarah. Alexandria menjadi pusat peradaban dan ilmu pengetahuan di dunia kuno, yang menarik para sarjana, ilmuwan, filsuf, matematikawan, seniman, dan sejarawan dari berbagai belahan dunia. Kota ini juga memiliki beberapa monumen dan bangunan megah yang menjadi simbol kejayaan dan kemajuan zaman itu. Dalam artikel ini, kami akan membahas sejarah Alexandria, kota peradaban dan ilmu pengetahuan di Mesir.
Pembangunan dan Perkembangan Alexandria
Alexandria dibangun di lokasi yang strategis, yaitu di pesisir Laut Mediterania, di muara Sungai Nil. Kota ini memiliki pelabuhan alami yang luas dan aman, yang memudahkan perdagangan dan komunikasi dengan dunia luar. Kota ini juga memiliki iklim yang sejuk dan subur, yang cocok untuk pertanian dan pemukiman. Alexander Agung memilih lokasi ini karena ia ingin menjadikan Alexandria sebagai jembatan antara Yunani dan Asia, serta sebagai pusat kekuasaannya di Mesir.
Alexander Agung menugaskan arsiteknya, Dinocrates, untuk merancang dan membangun kota ini. Dinocrates mengikuti pola kota Yunani klasik, dengan jalan-jalan yang lurus dan saling bersilangan membentuk persegi panjang. Jalan utama kota ini adalah Canopic Way (sekarang Sharia al-Horreya), yang membentang sepanjang 5 km dari timur ke barat. Jalan ini dipenuhi dengan bangunan-bangunan penting, seperti istana kerajaan, kuil-kuil dewa, teater-teater, stadion-stadion, pasar-pasar, dan perpustakaan-perpustakaan. Jalan lain yang penting adalah Soma (sekarang Sharia al-Nabi Daniel), yang membentang sepanjang 1,5 km dari utara ke selatan. Jalan ini menghubungkan makam Alexander Agung dengan pelabuhan utama kota ini.
Alexandria dibagi menjadi lima distrik (nomoi), yaitu Brucheum (distrik kerajaan), Rhakotis (distrik asli Mesir), Lochias (semenanjung timur), Necropolis (kuburan), dan Pharos (pulau mercusuar). Masing-masing distrik memiliki ciri khasnya sendiri, baik dari segi arsitektur maupun penduduknya. Alexandria menjadi rumah bagi berbagai etnis dan agama, seperti Yunani, Mesir, Yahudi, Romawi, Kristen, Islam, dan lain-lain. Kota ini menjadi contoh toleransi dan keragaman budaya dalam sejarah.
Kejayaan dan Kemunduran Alexandria
Alexandria mencapai puncak kejayaannya pada masa Dinasti Ptolemaios (323-30 SM), yang merupakan penerus Alexander Agung di Mesir. Dinasti ini berhasil mempertahankan kedaulatan Mesir dari serangan-serangan luar, seperti dari Seleukos di Asia atau Romawi di Eropa. Dinasti ini juga berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga mencakup Siprus, Palestina, Suriah, Anatolia, Libya, Nubia, dan Ethiopia. Dinasti ini juga mengembangkan ekonomi, budaya, seni, dan ilmu pengetahuan di Alexandria.
Salah satu prestasi terbesar Dinasti Ptolemaios adalah pembangunan Perpustakaan Alexandria (Bibliotheca Alexandrina), yang merupakan perpustakaan terbesar dan terlengkap di dunia kuno. Perpustakaan ini didirikan oleh Ptolemy I Soter pada akhir abad ke-4 SM, sebagai bagian dari Mouseion (Museum) Alexandria. Mouseion adalah sebuah institusi akademik yang didedikasikan untuk dewa pelindung seni dan ilmu pengetahuan, yaitu Musa (Muses). Mouseion memiliki fasilitas-fasilitas seperti ruang kuliah, laboratorium, observatorium, taman, dan asrama. Mouseion juga memberikan gaji dan perlindungan kepada para sarjana yang bekerja di sana.
Perpustakaan Alexandria memiliki koleksi buku yang sangat banyak, yang diperkirakan mencapai 500.000 hingga 700.000 gulungan papirus. Buku-buku ini berasal dari berbagai sumber, seperti sumbangan, pembelian, atau rampasan perang. Buku-buku ini juga mencakup berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti sastra, sejarah, geografi, filsafat, matematika, astronomi, fisika, biologi, kedokteran, dan lain-lain. Buku-buku ini disusun secara sistematis dan dikatalogkan oleh para pustakawan yang profesional. Buku-buku ini juga diterjemahkan dari berbagai bahasa, seperti Ibrani, Persia, India, dan lain-lain.
Perpustakaan Alexandria menjadi tempat berkumpulnya para sarjana terkemuka dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Beberapa nama yang terkenal adalah Euclid (Bapak Geometri), Archimedes (Bapak Fisika), Eratosthenes (Bapak Geografi), Hipparchus (Bapak Astronomi), Ptolemy (Bapak Astrologi), Herophilos (Bapak Anatomi), Galen (Bapak Kedokteran), Aristarchus (Bapak Heliocentrisme), dan Hypatia (Bapak Neoplatonisme). Para sarjana ini menghasilkan karya-karya yang menjadi dasar ilmu pengetahuan modern.
Selain Perpustakaan Alexandria, kota ini juga memiliki beberapa monumen dan bangunan megah lainnya, seperti:
- Pharos (Mercusuar) Alexandria, yang merupakan salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Kuno. Mercusuar ini dibangun oleh Ptolemy II Philadelphus pada abad ke-3 SM, di pulau Pharos di lepas pantai Alexandria. Mercusuar ini memiliki tinggi sekitar 120-140 meter, dan terdiri dari tiga tingkat berbentuk persegi, segi delapan, dan silinder. Mercusuar ini memiliki api besar di puncaknya, yang dapat dilihat dari jarak 50 km. Mercusuar ini juga memiliki cermin besar yang dapat memantulkan cahaya matahari atau bulan ke laut. Mercusuar ini berfungsi sebagai penanda arah bagi para pelaut yang menuju atau meninggalkan pelabuhan Alexandria.
- Kuil Serapis (Serapeum) Alexandria, yang merupakan kuil utama dewa Serapis di Mesir. Dewa Serapis adalah dewa sinkretis yang menggabungkan unsur-unsur dewa Yunani Zeus dan dewa Mesir Osiris. Kuil ini dibangun oleh Ptolemy III Euergetes pada abad ke-3 SM, di atas bukit di barat daya kota. Kuil ini memiliki ukuran yang sangat besar, dengan panjang sekitar 275 meter dan lebar sekitar 220 meter. Kuil ini memiliki halaman-halaman luas yang dikelilingi oleh kolom-kolom besar. Kuil ini juga memiliki ruang bawah tanah yang berisi patung-patung dewa Serapis dan makam-makam keramat.
- Makam Alexander Agung (Soma) Alexandria, yang merupakan tempat peristirahatan terakhir pendiri kota ini. Makam ini dibangun oleh Ptolemy I Soter pada akhir abad ke-4 SM, di tengah kota dekat jalan Soma. Makam ini berbentuk sebuah mausoleum yang megah, dengan atap berbentuk piramida. Makam ini berisi peti mati emas yang berisi jenazah Alexander Agung, yang dibalsem dengan cara Mesir kuno. Makam ini menjadi tempat ziarah bagi para penguasa dan tokoh-tokoh penting dalam sejarah, seperti Julius Caesar, Augustus, Kleopatra, dan lain-lain.
Alexandria mengalami kemunduran setelah jatuhnya Dinasti Ptolemaios pada tahun 30 SM, akibat perang saudara antara Kleopatra VII dan saudaranya Ptolemy XIII. Kleopatra VII mendapat dukungan dari Romawi dalam bentuk Julius Caesar dan kemudian Markus Antonius.
Penaklukan dan Pengaruh Romawi
Alexandria menjadi bagian dari Kekaisaran Romawi setelah kematian Kleopatra VII dan Markus Antonius pada tahun 30 SM, akibat perang melawan Augustus, penerus Julius Caesar. Augustus menghormati kota ini sebagai warisan Alexander Agung, dan tidak merusak atau merampas harta bendanya. Augustus juga mempertahankan status Alexandria sebagai ibu kota Mesir, dan memberikan hak-hak istimewa kepada penduduknya. Alexandria tetap menjadi kota terbesar dan terkaya di Kekaisaran Romawi, yang berkontribusi besar terhadap pemasukan pajak dan pasokan gandum.
Alexandria juga tetap menjadi pusat ilmu pengetahuan dan budaya di dunia Romawi, yang meneruskan tradisi Yunani kuno. Perpustakaan Alexandria masih berfungsi sebagai sumber pengetahuan bagi para sarjana Romawi, seperti Strabo, Plinius, Seneca, dan lain-lain. Beberapa sarjana Alexandria juga masih aktif dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, seperti Dioscorides (Bapak Farmakologi), Pappus (Bapak Geometri Proyektif), Diophantus (Bapak Aljabar), dan lain-lain. Selain itu, Alexandria juga menjadi tempat berkembangnya agama-agama baru, seperti Kristen dan Gnostisisme, yang menarik banyak pengikut di kalangan penduduk kota.
Namun, Alexandria juga mengalami beberapa konflik dan bencana selama masa Romawi, yang mengancam kestabilan dan kemakmurannya. Beberapa contoh adalah:
- Pemberontakan Yahudi (115-117 M), yang dipicu oleh diskriminasi dan penganiayaan terhadap komunitas Yahudi di Alexandria oleh penguasa Romawi. Pemberontakan ini menyebar ke seluruh Mesir dan wilayah-wilayah lain di Kekaisaran Romawi, yang menyebabkan kerusakan besar dan korban jiwa banyak.
- Perang Saudara Romawi (193-197 M), yang terjadi antara Septimius Severus dan Pescennius Niger, dua jenderal Romawi yang bersaing untuk merebut tahta kekaisaran setelah kematian Commodus. Alexandria mendukung Niger, yang merupakan gubernur Mesir saat itu. Namun, Severus berhasil mengalahkan Niger dan mengepung Alexandria. Severus kemudian memasuki kota ini dengan kekerasan, dan membantai banyak penduduknya sebagai hukuman.
- Kebakaran Perpustakaan Alexandria (272 M), yang diduga disebabkan oleh pasukan Kaisar Aurelian, yang sedang berperang melawan Ratu Zenobia dari Palmyra. Zenobia adalah penguasa wilayah timur Kekaisaran Romawi, yang memberontak melawan Aurelian. Aurelian berhasil merebut kembali wilayah-wilayah itu, termasuk Mesir. Dalam pertempuran di Alexandria, pasukan Aurelian dikabarkan membakar sebagian besar bangunan kota, termasuk Perpustakaan Alexandria. Kebakaran ini menghancurkan banyak koleksi buku yang tak ternilai harganya.
Masa Bizantium dan Arab
Alexandria menjadi bagian dari Kekaisaran Bizantium setelah pembagian Kekaisaran Romawi pada tahun 395 M. Kekaisaran Bizantium adalah penerus Kekaisaran Romawi Timur, yang berpusat di Konstantinopel (sekarang Istanbul). Kekaisaran Bizantium menganut agama Kristen Ortodoks, yang berbeda dari agama Kristen Katolik yang dianut oleh Kekaisaran Romawi Barat. Perbedaan ini menyebabkan konflik-konflik antara kedua kekaisaran tersebut.
Alexandria menjadi salah satu pusat penting agama Kristen Ortodoks di dunia. Kota ini memiliki banyak gereja-gereja besar dan indah, seperti Gereja Santo Markus (sekarang Masjid al-Qaed Ibrahim), Gereja Santa Katarina (sekarang Masjid Abu al-Abbas al-Mursi), Gereja Santa Maria (sekarang Masjid Nabi Daniel), dan lain-lain. Kota ini juga memiliki banyak tokoh-tokoh gereja yang berpengaruh, seperti Patriark Alexandria, yang merupakan pemimpin tertinggi gereja Ortodoks di Mesir. Beberapa nama yang terkenal adalah Athanasius (Bapak Ortodoksi), Cyril (Bapak Konsili Efesus), dan Dioscorus (Bapak Konsili Kalsedon).
Namun, Alexandria juga mengalami beberapa masalah dan tantangan selama masa Bizantium, yang mengurangi kejayaan dan pengaruhnya. Beberapa contoh adalah:
- Penyiksaan Hypatia (415 M), yang merupakan seorang sarjana wanita terkemuka di Alexandria. Hypatia adalah ahli matematika, astronomi, filsafat, dan ilmu pengetahuan lainnya. Ia juga dikenal sebagai seorang Neoplatonis, yang merupakan aliran filsafat yang menggabungkan unsur-unsur Plato dan Plotinus. Hypatia menjadi korban kebencian dan iri hati dari sekelompok fanatik Kristen, yang menuduhnya sebagai penyihir dan penyebab konflik politik di kota. Hypatia kemudian diseret dari keretanya, dibawa ke gereja, dan disiksa hingga mati oleh massa yang mengoyak-ngoyak tubuhnya dengan pecahan keramik.
- Penaklukan Arab (641 M), yang merupakan akibat dari ekspansi Islam di wilayah-wilayah Bizantium. Islam adalah agama baru yang didirikan oleh Nabi Muhammad pada abad ke-7 M di Arab. Islam menyebar dengan cepat melalui perang dan perdamaian, dan berhasil menguasai sebagian besar Timur Tengah, Afrika Utara, dan Asia Tengah. Mesir menjadi salah satu wilayah yang ditaklukkan oleh pasukan Muslim, yang dipimpin oleh Amr ibn al-As. Alexandria menjadi kota terakhir yang jatuh ke tangan Muslim, setelah pengepungan selama 14 bulan. Penaklukan ini mengakhiri masa Bizantium di Mesir, dan membuka babak baru dalam sejarah Alexandria.
Alexandria adalah kota yang memiliki sejarah yang panjang dan kaya. Kota ini didirikan oleh Alexander Agung sebagai ibu kota Mesir yang baru, dan menjadi pusat peradaban dan ilmu pengetahuan di dunia kuno. Kota ini memiliki banyak monumen dan bangunan megah, seperti Perpustakaan Alexandria, Mercusuar Alexandria, Kuil Serapis, dan Makam Alexander Agung. Kota ini juga menjadi tempat berkumpulnya para sarjana, ilmuwan, filsuf, matematikawan, seniman, dan sejarawan dari berbagai belahan dunia. Kota ini juga menjadi tempat berkembangnya agama-agama baru, seperti Kristen dan Gnostisisme.
Namun, Alexandria juga mengalami beberapa konflik dan bencana selama sejarahnya, yang mengancam kestabilan dan kemakmurannya. Beberapa contoh adalah pemberontakan Yahudi, perang saudara Romawi, kebakaran Perpustakaan Alexandria, penyiksaan Hypatia, dan penaklukan Arab. Konflik dan bencana ini menyebabkan kerusakan besar dan kehilangan banyak warisan budaya dan ilmu pengetahuan.
Alexandria tetap menjadi kota penting hingga saat ini, dengan penduduk lebih dari 5 juta jiwa. Kota ini adalah kota terbesar kedua di Mesir setelah Kairo, dan merupakan pusat ekonomi, budaya, politik, dan pendidikan di negara itu. Kota ini juga memiliki banyak atraksi wisata yang menarik bagi para pengunjung, seperti Museum Nasional Alexandria, Taman Montazah, Benteng Qaitbay, Masjid Abu al-Abbas al-Mursi, Katedral Santo Markus, Sinagoge Eliyahu Hanavi, dan lain-lain.
Alexandria adalah kota yang pantas untuk dibanggakan oleh penduduknya maupun dikagumi oleh dunia. Kota ini adalah saksi sejarah dari berbagai peristiwa penting yang membentuk dunia seperti sekarang ini. Kota ini adalah simbol dari kemajuan dan toleransi dalam bidang ilmu pengetahuan dan budaya. Kota ini adalah warisan dari Alexander Agung dan para penerusnya yang menciptakan sebuah kota yang tak tertandingi dalam sejarah.
Referensi: Berbagai Sumber
